Sabtu, 05 Juli 2014

Renungan Ramadhan 1 - 8

Oleh : Eko P Pratomo

Renungan Ramadhan - 1
Puasa

Salam & semangat pagi Sahabat.

Ibadah Ramadhan sepertinya di-design Allah untuk mengembalikan manusia pada "orbit"nya untuk kembali pada tujuan penciptaan manusia :  Mengabdi kepada-Nya.

Jadi, parameter kesuksesan puasa bukan pada keberhasilan menahan lapar, dahaga dan emosi yang tidak terkendali, bukan hanya melakukan sebanyak-banyaknya ibadah & amalan, namun pada perubahan sikap dan perilaku : Sanggupkah kita kembali ke "orbit", menjadi manusia yang selalu menjalani perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarangnya.. 

Itu sebabnya selama puasa sebenarnya kita dilatih kembali untuk bukan sekedar berpuasa menahan lapar, dahaga dan emosi, namun berpuasa dari mengikuti kehendak diri dan hanya memberlakukan kehendak Allah...

Semoga berhasil...
Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)

*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid
--------------
Renungan Ramadhan-2 :
Tujuan Hidup

Salam dan semangat pagi Sahabat.

Pernah terpikir, apakah kita bisa menjawab dengan cepat ketika ditanya : "Apa tujuan hidup Anda ?"

Coba stop membaca dan renungkan sejenak jawabannya,  "Apa tujuan hidup anda?"

Banyak orang tidak bisa menjawab dengan cepat, padahal setiap hari, bahkan paling tidak sehari 5 kali dalam shalatnya, selalu meminta kepada Allah dengan doa "Robbana aatina fidunyaa hasanah, wafilakhirati hasanah, waqinaa azabannaar.." (QS 2:201).

Supaya mudah diingat dan selalu menjadi fokus dalam kehidupan yang kita jalani, tujuan di atas dapat disingkat menjadi DBAS alias "Dunia Bahagia Akhirat Surga". Bukankah itu yang kita dambakan ? Bukankah itu yang kita pinta dalam doa kita di atas?

Lalu, pertanyaan pentingnya bagaimana cara meraih DBAS?
Rupanya hanya satu cara menuju DBAS, yaitu hanya dengan taat kepada aturan main Allah atau dengan kata lain mengikuti petunjuk Allah dengan menjalankan apa yang diperintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang akan membawa ke jalan keridhaan Illahi, sehingga banyak juga orang yang menyebut meraih keridhaan Allah, sebagai tujuan hidupnya. 

"...Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati' (Q.S. Al Baqarah:38)

Ternyata formulanya cukup sederhana untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat : ikuti saja kemauan Allah atas diri kita... seperti matahari, bumi dan bulan yang selalu patuh dan taat bergerak dalam orbit ciptaan-Nya. Puasa, adalah salah satu cara Allah, mengembalikan kita kepada orbit-Nya.

Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)

*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid
------------
Renungan Ramadhan - 3
Kewajiban atau Kebutuhan ?

Salam dan selamat pagi sahabat.

Ketika kita kecil dulu, sadarkah kita bahwa sekolah itu suatu kebutuhan ? Orang tua yang menyayangi anaknya akan terus "memaksa / mewajibkan" anaknya untuk terus sekolah, karena sang ayah dan ibu tahu betul sekolah adalah "kebutuhan" untuk masa depan si buah hati, sementara sang anak hanya merasakan sekolah sebagai suatu kewajiban bagi dirinya. Itu sebabnya, karena tidak adanya "keyakinan" dalam hati, bahwa sekolah adalah kebutuhan kita, betapa sulitnya kita dulu untuk belajar secara sungguh-sungguh, dan lebih senang bermain atau mengerjakan hal lain.

Pada umur berapa kita menyadari bahwa sekolah sudah menjadi kebutuhan, bukan lagi sekedar kewajiban dari orang tua ?

Bagaimana dengan sholat dan puasa ? Allah memang "mewajibkan" kepada kita untuk sholat dan puasa. Sebenarnya apakah Allah yang butuh sholat dan puasa kita ? Mengapa Allah "wajibkan"? Apakah karena kasih sayang-Nya, seperti orang tua yang begitu sayang kepada anaknya sehingga mewajibkan ("memaksa") anaknya sekolah ?

Sedewasa ini, masihkah kita mengganggap sholat dan puasa sebagai sekedar kewajiban, bukan sebagai kebutuhan kita sendiri ?
Adakah perbedaan kualitas shalat dan puasa yang kita jalankan jika didasari atas kesadaran sebagai kebutuhan bagi kita sendiri untuk bisa "berkomunikasi" dengan Allah, bukan sekedar keharusan dari Allah ?

Beginilah contoh proses bertafakur. Manusia yang mau bertafakur akan bisa membangun keyakinan-keyakinan Illahiyah, keyakinan-keyakinan baru yang memudahkannya untuk lebih taat, lebih meningkatkan kualitas ibadahnya dan menjadi hamba-Nya, seperti yang Allah kehendaki.. I/Allah.

Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)
*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid.
----------
Renungan Ramadhan - 4
Tadarusan

Salam dan semangat Pagi Sahabat

Salah satu ibadah dalam bulan Ramadhan yang sering menjadi prioritas setelah puasa dan shalat tarawih adalah membaca ayat-ayat Al Qur'an dan berupaya untuk meng-khatamkan hingga selsai 30 juz, yang sering diistilahkan dengan tadurasan.

Tadurasan adalah hal yang baik, namun akan lebih baik jika kita tidak sekedar mentargetkan "khatam" membaca seluruh ayat tulisan dalam bahasa Arab, tetapi perlu juga membaca terjemahannya. Mengapa ? Karena Al Qur'an adalah pedoman dan petujuk Allah, yang harus dipahami.

Membaca ayat-ayat dalam huruf Arab saja memang berpahala dan menentramkan hati, namun tanpa mengerti artinya akan tidak sesuai dengan tujuan diturunkannya Al Qur'an sebagai pedoman hidup. Allah ingin agar Al Qur'an tidak hanya sekedar dibaca tanpa dimengerti, namun perintah-perintah-Nya perlu dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari agar kehidupan kita mecapai ridha-Nya sehingga bisa meraih DBAS, "dunia bahagia akhirat surga..."

Dan semoga Tadarusanpun tidak berhenti ketika Ramadhan usai, namun berlanjut menjadi kebiasaan setiap hari agar kita selalu tehubung dan terbimbing oleh-Nya. Aaamiin YRA. 

Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)
*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid.
------------
Renungan Ramadhan - 5
Keyakinan Illahiyah

Salam dan semangat pagi Sahabat

Pernah terpikir, apa yang mendasari sikap dan perbuatan seorang manusia ?
Karena ilmu yang dimilikinyakah atau karena keyakinan yang tersimpan dalam kalbunya ?

Kita mungkin sudah cukup banyak memiliki ilmu & pengetahuan agama, kita tahu mana yang buruk dan baik, mana yang diperintahkan dan mana yang dilarang. Namun, kenapa masih sedikit yang diamalkan ? Kadang atau bahkan sering, sikap dan perbuatan kita berbeda dengan apa yang sudah kita ketahui ? Jawabnya adalah, karena ilmu & pengetahuan agama tersebut hanya sekedar menempel di otak/akal belum turun menancap menjadi keyakinan yang tertanam di dalam kalbu.

Kita tahu harus sabar dan ikhlas ketika ditimpa sakit atau musibah. Kita diperintahkan memaafkan orang yang berbuat salah atau berbuat zalim kepada kita. Tetapi tahukah kita apa yang menyebabkan seseorang sering tidak sabar atau tetap muncul amarah ? Karena masih tersimpan keyakinan di dalam kalbunya bahwa sabar itu ada batasnya dan marah itu boleh asal pada tempatnya...

Keyakinan yang salah seperti itulah yang harus dirubah menjadi keyakin Illahiyah : "sabar itu tidak ada batasnya" dan "menahan amarah serta memaafkan kesalahan orang lain, pahalanya surga", adalah keyakinan yang bersumber dari Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW, yang harus ditanamkan dan tertancap di dalam kalbu kita.

Seperti sebuah teko yang berisi teh, maka akan keluarlah teh ketika dituangkan isi teko tersebut ke dalam gelas. Begitupun manusia, keyakinan yang ada dalam kalbunyalah yang akan keluar sebagai sikap dan perilakuknya, bukan karena banyaknya ilmu agama yang sudah diketahuinya. Dan keyakinan lebih sering tertanam, ketika kita mau berpikir. "Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang bepikir " (QS45:13)
Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)
-----------
Renungan Ramadhan - 6
Baik dan Buruk

Salam dan semangat pagi Sahabat

Pernah terpikir apa definisi baik dan buruk bagi manusia ? Persepsi atau paradigma yang banyak dianut orang umumnya seperti ini : Baik adalah sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita dan buruk adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Jadi seperti sakit, dan musibah lainnya dikategorikan sebagai keburukan. Sementara mendapatkan harta, jabatan, dan kesenangan lain dianggap sebagai kebaikan.

Padahal dalam pandangan Allah, keburukan adalah segala hal yang mendekatkan kita atau membawa kita menuju neraka. Sementara kebaikan adalah segala hal yang mendekatkan kita atau membawa kita menuju surga.

Persepsi atau paradigma atau keyakinan yang salah dalam mengartikan baik dan buruk dalam kehidupan dunia akan mempengaruhi kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan kita di akhirat. Boleh jadi apa yang kita anggap baik di dunia, justru malah "melalaikan" Allah dan mendekatkan kita pada neraka dan yang kita anggap musibah yang menimpa kita dunia, justru sebenarnya menjadi "peringatan" dan cara Allah menyelamatkan kita untuk kembali ke jalan yang benar menuju ke surga-Nya

Jadi jangan terlalu gembira ketika mendapatkan apa yang kita inginkan dan jangan pula bersedih jika ditimpa musibah. Renungkanlah dan bertafakurlah lalu bertanyalah pada diri sendiri, apa maksud Allah di balik semua yang kita terima dan kejadian yang menimpa kita...

".... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (Q2: 216).

Masihkah kita mengeluh atau sudah bisakah kita tetap bersyukur dengan "musibah" yang menimpa kita...? Sanggupkah kita tetap instrospeksi dan berhati-hati, selain tentunya bersyukur, ketika medapatkan sesuatu yang kita inginkan ? 

Have a blessed Ramadhan.
Salam (epp)
*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid.
----------
Renungan Ramadhan - 7:
Membuang "Sampah"

Salam dan semangat  Pagi Sahabat.

Saya pernah menerima sebuah buku yang ditulis oleh salah seorang sahabat saya, Anthony Dio Martin, judulnya "Up Your Life". Ada satu bab yang menarik, "Membersihkan Life Garbage Anda". Saya merasa diingatkan, karena biasanya yang secara rutin kita lakukan kebanyakan hanya membuang sampah dapur, sisa makanan, kotoran dan barang rongsokan di rumah.

Padahal, ada banyak "sampah kehidupan" yang masih kita simpan yang tanpa kita sadari sering membebani hidup kita. Apa saja "sampah kehidupan" itu ? Ini dia diantaranya :
 
Zat-zat tidak berguna yang kita "pelihara" di dalam tubuh karena kebiasaan pola makan dan pola hidup kita yang tidak sehat.

Luka batin, amarah, kebencian atau dendam kepada seseorang dan perasaan negatif lainnya yang masih terus tersimpan dari pengalaman masa lalu dan sulit untuk memaafkan. 

Pikiran negatif dan keyakinan yang salah yang membuat sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan kehendak Allah dan menghambat diri kita untuk maju.

Dan terakhir, dosa-dosa kepada sesama, orang tua dan terutama kepada Allah yang sadar atau tidak sadar kita terus tumpuk tanpa ada keinginan untuk meminta maaf dan meminta ampunan.

Sepanjang bulan Ramadhan ini, sepertinya menjadi momentum terbaik untuk berpikir sejenak dan memeriksa diri apakah masih  banyak "Life Garbage" yang harus segera kita buang, sebaga bagian dari perubahan dan perbaikan diri agar raga kita lebih sehat, jiwa kita lebih ringan tak terbebani dan hati kita lebih bersih, untuk kehidupan yang lebih baik.

".... Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri..." (Ar Raad, QS13:11)

Have a blessed Ramadhan.
Salam (epp).
*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid.
----------
Renungan Ramadhan - 8
Kepintaran atau Kesadaran ?

Salam dan selamat pagi Sahabat,

Dalam mempelajari agama, manakah yang lebih utama : kepintaran atau kesadaran ?
Apa bedanya menjadi pintar dan menjadi sadar ?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, setujukah kita bahwa Allah menurunkan agama dan mengutus Rasul, salah satu tujuannya adalah agar manusia memiliki sikap dan perilaku (akhlak) sesuai yang dikehendaki Allah ?

Nah, agar akhlak manusia sesuai dengan yang dikehendaki Allah, seperti yang digariskan dalam Al Qur'an dan dicontohkan Rasul dalam sunahnya, mana yang lebih penting ketika kita mempelajari agama : Kepintaran atau Kesadaran ?

Apakah kepintaran akan banyaknya "ilmu" Al Qur'an dan hadist yang dikuasi akan otomatis tercermin dalam mulianya akhlak seseorang ? Ternyata tidak otomatis, jika tidak disertai kesadaran yang menumbuhkan keyakinan...

Di bulan penuh rahmat dan ampunan ini, saatnya kita evaluasi diri: sikap dan perilaku apa yang masih belum sesuai seperti yang Allah kehendaki ? Sudah mampukah kita menjadi hambanya yang ikhlas menerima segala ketetapan-Nya ? Sudah mampukah kita menahan amarah dan selalu memaafkan orang yang menzalimi atau menyakiti kita ? Bisakah kita selalu santun dengan sesama ? 
Sudah mampukah kita selalu sabar untuk terus berikhtiar, baik dalam mengatasi masalah kehidupan maupun untuk menjadi lebih taat menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya? 

Karena sikap dan perilaku kita akan menentukan mulia dan tidaknya akhlak kita, maka kita tidak cukup menjadi pintar dengan hanya mengetahui ajaran-ajaran yang seharusnya diamalkan, namun harus juga menjadi sadar untuk mengamalkan apa-apa yang sudah diajarkan ...   

Menjadi pintar itu penting, tetapi lebih penting jika kita juga menjadi sadar...

Have a blessed Ramadhan
Salam (epp)
*Terinspirasi dari Tafakuran Mutiara Tauhid.
---------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar