بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى عبده ورسوله مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ
Seorang mukmin yang baik adalah seorang mukmin yang senantiasa memenuhi hak-hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan hak-hak hamba-Nya.
Bukanlah seorang mukmin yang sejati, jikalau dia timpang satu bagian dari dua bagian ini.
Maka yang namanya habluminallāh (hubungan seseorang dengan Allāh ) haruslah baik.
Apakah cukup sampai disitu?
Tidak, habluminannās (hubungan dengan manusia) juga harus baik.
Seorang mukmin yang dia baik hubungannya kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, tapi buruk hubungannya kepada manusia dianggap seorang mukmin sejati?
Tidak!
Bahkan pernah Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ditanya oleh sahabat-sahabat beliau, tentang ada sosok wanita yang mereka sebutkan tentang shalatnya yang banyak, puasanya yang banyak, mereka juga mengatakan:
"Tapi Yaa Rasūlullāh, lisannya senantiasa menyakiti tetangga-tetangganya."
Apa jawaban Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam:
, "هي في النّار"
"Dia di neraka"
Ini mengabarkan kepada kita, kalaulah kita telah memenuhi hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla tapi tidak memenuhi hak hamba, menyakiti hamba, menzhalimi hamba maka sungguh hal ini sia-sia.
Suatu ketika Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersama 'Aisyah Radhiyallāhu Tabāraka wa Ta'āla 'anhā, tatkala mereka dalam kebersamaan datanglah Shafiyah, kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berbincang-bincang dengan Shafiyah.
Tatkala Syafiyah pulang Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan keutamaan Shafiyah karena Shafiyah bintu Huyay bin Akhtab suaminya adalah Nabi (Rasūlullāh), keturunan dari nabi, pamannya adalah Yunus bin Matta adalah nabi.
Tatkala Shafiyah Radhiyallāhu 'anhā dipuji Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di depan putri Abū Bakr Ash Shiddīq, maka Aisyah Radhiyallāhu 'anhā terbakar cemburunya.
Ketika itulah Aisyah Radhiyallāhu Tabāraka wa Ta'āla 'anhā, ummul mukminin, Ibunda kita berkata:
يا رسول الله، حسبك من صفية كذا
"Wahai Rasūlullāh, cukuplah bagimu Shafiyah, dia itu seperti ini."
(Sambil berisyarat)
Maksudnya:
"Yaa Rasūlullāh, anda memuji Shafiyah, apapun yang puji tapi dia seperti ini, bukanlah sosok wanita tinggi, dia pendek. "
Maka mendengar ucapan ibunda kita, seketika itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengingatkan:
لقد قلت بكلمة لو مزجت بماء البحر لمزجته
"Sungguh engkau telah mengucapkan satu kalimat (wahai 'Aisyah), jikalau kalimatmu ini dimasukan ke dalam air laut (dibenamkan di air laut) sungguh kalimatmu ini akan merubah rasa lautan."
Allāhu Akbar.
Ini menggambarkan kepada kita bahwasanya hak seorang muslim itu besar di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Mengghībahnya, menyebutkan kejelekan tentangnya bukanlah perkara kecil.
Banyak yang orang-orang baik shalatnya, menjaga puasanya, mungkin rajin bersedekah tapi tidak mampu menjaga lidahnya, menzhalimi orang-orang Islam lainnya, maka ini bukanlah seorang muslim yang hakiki kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Sungguh, ghibāh yang kecil dalam pandangan manusia tapi kata Rasūlullāh:
"Wahai Aisyah, jikalau ucapanmu ini diletakkan di air lautan, dia akan merubah rasa lautan."
Allāhu Akbar.
Terkadang kita menyepelekan ghībah, terkadang kita menyepelekan dosa ini.
مَرَّ الَّنبِيُّ صلي الله عليه وسلم عَلَى قَبْرَيْنِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيْرٍ.
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melewati dua kuburan, maka beliau mengatakan:
"Sungguh orang-orang yang dalam kubur ini kedua-duanya sedang diadzab bukanlah karena perkara besar."
(HR Bukhari dan Muslim)
Maksud Rasūlullāh, bukanlah perkara besar dalam pandangan manusia, karena manusia meremehkannya (merendahkannya), menganggap perkara kecil.
Akan tetapi apa kata Nabi kita, ketahuilah sungguh dia adalah besar di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Allāhu Akbar.
Apakah perkara ini?
Maka beliau mengatakan:
"Adapun yang pertama, dia tiap kali kencing tidak istinjak, dan adapun yang kedua dia senantiasa jalan dengan menyebarkan ghībah dan mengunjing saudara-saudaranya."
Subhānallāh .......
Kata para ulama, kebanyakan adzab kubur itu efek daripada dua perkara ini.
▪Pertama |Bermudah-mudah dalam beristinja' bahkan tidak istinja'
Kita melihat sebagian kaum muslimin tatkala mereka kencing, mereka tidak istinja'.
Ini penyebab terbanyak adzab kubur.
▪Kedua | Dia jalan kemana-mana sambil berupaya untuk menggunjing manusia.
Subhānallāh.....
Jadi kebanyakan adzab kubur disebabkan karena gunjingan lidah.
Karena itulah, berkata Nabi yang Mulia 'alihi shalātu wa sallam:
اْلمــُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمــُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَ يَدِهِ
"Orang Islam itu adalah seorang yang dapat menjaga lisannya sehingga orang lain aman daripada kejahatan lidahnya dan kejahatan tangannya"
(Shahih Muslim: 41)
Berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam ketika mendefinisikan ghibāh:
ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ
"Engkau menyebutkan tentang saudaramu apa-apa yang tidak dia senangi."
(HR Muslim 2589, Abu Dawud 4874, At Tirmidzi 1999 dan lain-lain)
Maka ghībah terkadang dalam bentuk ucapan, terkadang dalam bentuk bahasa isyarat, terkadang dalam bentuk lirikan mata dan seterusnya.
Engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa-apa yang tidak dia senangi inilah ghībah.
Maka kaum muslimin sekalian, jika anda ingin menjadi sosok muslim yang baik hendaklah anda perbaiki hubungan anda dengan Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan perbaiki hubungan dengan sesama.
Jangan pernah menzhalimi sesama, penuhilah hak sesama.
Sebagian orang shalatnya baik tapi hutang tidak bayar.
Sebagian orang, Subhānallāh, baik kepada manusia tapi tidak shalat.
Semuanya salah.
Seorang muslim yang baik adalah menggabungkan antara hak Allāh Subhānahu wa Ta'āla dan hak manusia.
والله تبارك وتعالى أعلم
وصل الله وسلم على نبينا محمد
والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
__________________________
source : http://www.bimbinganislam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar